Rabu, 27 Juli 2011

belajar dari daun

bismillahirrahmanirrahim

setelah membaca sebuah buku,,
berniat menulis ini,, sambil mendengarkan instrumen hymn to the sea,,
sedih, tapi tersenyum..
inget ESQ MCB dan semuanya tumpah di sini..

yang harusnya merevisi draft UP, malah baca buku.. ahahaaa.. ;p
bukunya bagus dan saya suka dengan buku-buku karangannya..
daun yang jatuh tak pernah membenci angin ~ tere liye

diajarkan sesuatu dari buku tersebut..

daun yang jatuh tak pernah membenci angin,
daun tidak pernah membenci angin meski harus terengutkan dari tangkai pohonnya..

dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Setidaknya mengajarkan pada kita, Bahwa hidup harus menerima.. penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti.. pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami.. pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.

Tere Liye

dari daun yang jatuh saya diajarkan tentang menerima, mengerti, dan memahami..
saya ikhlas atas segala takdir yang Engkau tetapkan pada saya,,
dengan ujian yang diberikan-Nya, semoga menambah kemuliaan dihadapan-Nya..
Allah kadang menguji hambanya di titik terlemah hambanya, bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk meninggikan derajat hambanya.. Subhan Allah..
dan mungkin hatilah titik terlemah saya..
Ya Rabb, maafkan saya jika saya masih salah dalam menyikapi rasa ini..


orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri.. sibuk merangkai semua kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap.. sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. mencari-cari penjelasan yang membuat hatinya senang.. sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata mana simpul yang dusta..
hal tersebut pernah saya alami, dan simpul tersebut ternyata dusta..
akan kah saya menangis ketika itu ? tidak.
hanya meninggalkan sedikit kekecewaan, kecewa padanya, dan mungkin lebih tepat kecewa pada diri saya sendiri, karena salah memaknainya..
menggantungkan rasa itu pada manusia,,
toh dia tetap manusia, yang juga tak luput dari kesalahan, dia buakan seseorang yang sempurna, tapi kelak akan ada seseorang yang menyempurnakannya..

saya tidak pernah dapat benar-benar menghentikan rasa itu..
bukannya saya tidak ingin, tapi saya tidak bisa..
satu hal yang perlu saya percayai tuk saat ini, Yang Maha Pemilik Waktu kelak akan menjelaskan semua ini.. pasti ada maksud dari semua kejadian ini.. saya hanya perlu ikhlas dan bersabar..
dan seperti yang dipesankan oleh Pak Anis Matta dalam tulisannya Sayap Yang tak Pernah Patah,
kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab disini kita justru sedang melakukan sebuah "pekerjaan jiwa" yang besar dan agung: mencintai.


Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang sesungguhnya terjadi hanyalah "kesempatan memberi" yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki cinta, memiliki "sesuatu" yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: "Apakah yang akan kuberikan?" Tentang kepada "siapa" sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.


akankah saya salah mengartikan simpul untuk yang kedua kalinya?
saya takut jika saya masih salah menyikapi rasa ini Ya Rabb..
saya cinta, maka saya harus pergi, bukan hanya untuk menghindar, tapi juga tuk berpikir..

saat saya katakan pada sahabat saya, setelah lulus saya akan keluar dari kota kelahiran saya, dia bertanya "kamu cinta Bandungkan?"
terdiam sesaat seperti ada yang menusuk, tak siap dengan pertanyaan itu, saya sangat cinta pada kota kelahiran saya..
"iya, tapi Bandung terlalu nyaman bagi saya, saya ingin memperbesar zona nayaman saya" kata-kata saya itu cukup membuat sahabat saya tutup mulut sesaat.. Ia berkata lagi "saya sedih jika kamu pergi.. jangan pergi, bagaimana jika kamu alasannya tuk kembali"
saya tidak tahu, tapi saya pikir bukan saya alasannya, dia bukan orang yang seperti itu..
"saya hanya ingin melupakan dan bangkit" kata-kata saya ini dibantah sahabat saya, "kamu tahu aku cinta seseorang di Jerman, lebih dari 6 tahun,, tapi jika ia kembali aku tak akan memilihnya" kami telah bersahabat, hampir 4 tahun, dan saya tahu benar perasaan sahabat saya ini.. saat ini sudah ada seseorang yang baik hati untuk sahabat saya yang baik itu.. 6 tahun mungkin tak akan pernah cukup membuatmu melupakan seseorang, juga jarak yang jauh tak akan pernah mampu memberikan jarak antara kamu dan rasa itu..
"apa lagi jarak bandung dan jakarta atau kota-kota lainnya.. kalau mau ke Irian saja" katanya agak kesal..
"tapi setidaknya saya yang pergi,, meskipun pergi tak telalu jauh,, jika tetap disini kadang saya cemburu" bantah saya, hal itu kadang menyakitkan.. karena saya mungkin tak dapat mengeluarkannya dengan benar lewat raut wajah atau perkataan, menahannya dalam hati.. bukan kah itu yang lebih sakit?
"saya gak suka ngelihat kamu seperti ini" katanya lagi,,,
beruntung saya memiliki sahabat yang peduli dan sayang pada saya.. :')
dan cukup ah celotehan kami didengar teman-teman lain di perpustakaan,, ahahahaaa *gak tau tempat banget daahhh... ;p

ada hal yang ingin saya katakan pada sahabat saya itu dan mungkin sahabat-sahabat yang lain, saya tidak tahu jika diakhir ini semuanya adalah keliru,, tapi saya selalu butuh kalian untuk menguatkan saya dan berkata "chaca kamu melakukan hal yang benar".. meski kita tahu apa yang saya lakukan dengan menghindar adalah kekeliruan,, meski kita mungkin tahu apa yang saya lakukan adalah kesalah..
toh saya memang keras kepala.. maaf..

simpul tersebut masih samar..
entah akan menjadi nyata atau dusta..

sahabat saya itu menyarankan pada saya untuk menanyakan lewat seseorang tentang rasanya,
tidak akan saya lakukan,, untuk apa?
karena apapun jawabannya tuk saat ini saya memang belum siap..
apakah saya hanya butuh pengakuan? hanya butuh ungkapan?
apakah yang dibutuhkan seorang perempuan itu adalah ungkapan?
meskipun ada rasa yang sama di hati yang lain, jika Allah tidak meridhoinya serta memang belum waktunya.. apa akan terus dipertahankan?
saya hanya ingin mencintainya untuk menunjukan cinta saya pada-Nya.. Yang Maha Penyayang diantara para penyayang, yang segala kasih sayang bersumber dari-Nya..


saya hanya ingin benar-benar melakukannya dengan cara yang memang diridhoi Allah..
memperbaiki diri saya, dan ketika seseorang datang menjemput saya, saya sudah siap..


bangkit dengan penuh semangat menanti datangnya Ramadhan,
semoga jika kita dipertemukan kembali saya dapat lebih dewasa ya..^^
kamu yang terlalu banyak dan terlalu serius memikirkan perasaan orang lain, setidaknya saya harus sedikit banyak belajar dari kamu ya, agar saya lebih peduli tentang perasaan orang lain, tidak hanya perasaan saya saja, agar setidaknya saya mengerti dan memahami apa yang kamu pikirkan juga bagaimana jalan pikiranmu..

Nafsa Karima

Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang sesungguhnya terjadi hanyalah "kesempatan memberi" yang lewat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar