Jumat, 23 Desember 2011

cinta?

bismillahirrahmanirrahim


Dia tersenyum padaku, "kau mencintainya" katanya. Aku menundukkan wajahku, tak ingin memandang matanya, tak ingin ia tahu kejujuran yang ada dalam mataku. Ku pandangi cangkir teh yang ada di hadapan ku. Memikirkan apa yang baru saja ia katakan, apakah itu pertanyaan atau pernyataan, apakah ia membutuhkan jawaban?

Aku tidak bisa menjawab "ya" dan aku juga tidak bisa menjawab "tidak". Ku angkat wajahku, dia memandangku masih sambil tersenyum, pandangan matanya lembut, ada setitik rasa penasaran di mata itu. Ku biarkan mata kami saling bersitatap, biar dia mendapatkan jawaban yang ia inginkan dari mataku. Ia masih tersenyum padaku, "aku tidak tahu" kataku sambil membalas senyumnya.

Aku menjawab tidak tahu karena aku benar-benar tidak tahu. Aku tidak tahu. Maaf jika ini bukan jawaban yang kau inginkan. Aku tidak bisa menjawab "ya" juga tidak bisa menjawab "tidak". Aku tidak tahu. Tapi sebenarnya aku tidak ingin kau menanyakan ini saat ini. Tidak untuk saat ini.

Ku tatap matanya, kini ia menundukan wajahnya, tak ingin mata kami bersitatap, karena seketika itu juga aku tahu setitik rasa penasarannya telah digantikan oleh setitik kekecewaan.

Aku tersenyum, meski ia tak melihatnya, aku tersenyum, memikirkan apa yang akan aku katakan selanjutnya. "Dia akan dicintai" kataku masih sambil tersenyum. Dia akhirnya mengangkat wajahnya, membalas senyuman ku, tatapan matanya tak dapat ku artikan. Dia ingin mengatakan sesuatu, membalas kata-kataku, tapi ia menahannya.

"Seandainya kau tahu, Sahabat. Ketika kita mencintai seseorang, terkadang kita hanya perlu memastikannya selalu berada dalam kebaikan. Hal itu sangatlah berarti. Dan aku akan selalu tahu bahwa ia akan selalu berada dalam kebaikan" batinku, tidak ku katakan padanya. "Kita sama-sama tahu, dia akan dicintai. Aku hanya ingin berdamai dengan apa yang aku rasakan" kataku.

Dia hanya tersenyum. Kami sama-sama menundukan wajah. Diam. Berkutat dengan pikiran masing-masing. Menyisakan ruang kosong yang sunyi untuk beberapa waktu. Yang terdengar hanya rintik hujan di luar jendela tempat kami menikmati secangkir teh hangat dan sepotong kue coklat di salah satu sudut kota Bandung.


Sudut Kota Bandung



Ini cerita tulas-tulisan aja,
tidak berarti harus nyata,
dan tidak berarti juga tidak nyata..

Bandung, 23 Desember 2011
Nafsa Karima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar